Sabtu, 08 Juni 2013

Sungguh Aku Lelah

ya Allah tahukah Engkau? 

Aku lelah. 

Setiap hari aku berusaha keras menjalani perkuliahan. Siang hari saat terik matahari tepat di atas kepala aku memulai aktivitas rutin itu. Kala hujan turun aku rela basah kuyup. Jika sudah terjebak kemacetan di kota ini aku harus berusaha bersabar.  Datang dan pulang dari kampus berdesak-desakan dengan para pekerja dan anak-anak sekolah. Suasana pengap, panas dan bising selalu setia menemani di bus kota itu. Para pengamen  dan anak-anak jalanan lalu lalang di dalam bus. Tak sedikit seorang ibu tua dengan anak kecilnya yang merintih meminta uang. Anak-anak jalanan itu naik dan turun berganti dari bus satu ke bus yang lain untuk mengais uang recehan. Walaupun hujan deras mengguyur mereka tetap menjalani itu semua. Aktivitas mereka di jalanan sudah menjadi hal biasa dan juga karena tuntutan hidup yang semakin banyak. Mereka juga tak ingin seperti itu namun tak ada pilhan lain. Kalau sehari saja mereka tak meminta-minta mereka tak bisa makan hari itu. Sungguh tragis keadaan anak-anak Indonesia yang seharusnya mereka bermain-main dengan kawannya dan duduk di bangku sekolah. Tetapi inilah yang harus mereka lakukan. Mungkin sudah tak ada harapan untuk bersekolah. Bisa merasakan sesuap nasi saja sudah menjadi kebahagiaan.

Setiap hari aku berpikir keras demi suatu kesuksesan. Tenaga ku terenggut untuk menjalani perjuangan ini. Setiap hari aku bergelut dengan buku. Aku berusaha melawan rasa malas dan gundah yang menghadang. Raga ini ingin protes kalau ia sudah tak kuat lagi. Otak ku bereaksi ingin menghentikan ini semua. Tapi hati ku menolaknya dan tidak membenarkan. Akalku mengatakan bahwa ini harus dilanjutkan walau pahit getir yang dirasa. Belum lagi celotehan orang sekitar yang tidak mengerti keadaanku. Mereka hanya dapat berkomentar tanpa mempedulikan perasaan ku. Dan juga suasana rumah yang tidak mendukung bahkan membuat suasana hati semakin panas. Ya Tuhan maaf jika selama ini aku terlalu banyak mengeluh atas segala kekurangan ku. Aku selalu merasa kurang puas atas nikmat Mu. Aku kadang merasa putus asa dengan aktivitas rutin ini. Namun tak mungkin juga jika aku mundur. Sudah terlalu jauh aku melangkah.

Kepada siapa aku harus meluapkan letupan-letupan kekesalan ini? Di rumah ini tak ada satu pun orang yang tepat untuk mencurahkan perasaan ku. Aku membutuhkan seseorang untuk mengendalikan pribadi ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar